A.
Definisi Empowerment
Konsep pemberdayaan (empowerment) telah banyak ditemukan
oleh para ahli, terutama para ahli ekonomi, politik dan pemerintahan.
Walaupun mempunyai pengertian yang berbeda namun tetap mempunyai tujuan yang
sama, yaitu untuk membangun daya, dengan mendorong, memotivasi dan menimbulkan kesadaran
(awareness) akan potensi yang
dimiliki serta upaya untuk memampukan dan mengembangkan diri sendiri atau orang
lain supaya dapat berbuat lebih baik.
Dari berbagai pengertian
empowerment, dapat dikatakan bahwa empowerment adalah sebuah konsep pembangunan
ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep ini
mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat “people
centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1988).
Proses pemberdayaan yang berawal dari
dalam diri seseorang bertolak dari asumsi bahwa setiap manusia ataupun
masyarakat telah memiliki potensi yang ada didalam dirinya dan perlu
ditampakkan dan dikembangkan, karena tidak ada manusia/masyarakat yang sama
sekali tidak memiliki daya. Itulah sebabnya menurut Friedmann (1992) bahwa
kelompok miskin yang tidak berdaya memang perlu memberdayakan dirinya, karena
manusia bukan pasif melainkan sebagai aktor pembangunan yang terus menerus
mencari pemecahan terhadap setiap permasalahan yang dihadapinya. Senada
dengan itu Kartasasmita (1996), mengatakan bahwa pemberdayaan adalah upaya
untuk membangun daya, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran
akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Dalam
kerangka inilah pemberdayaan merupakan konsep untuk mendorong lingkaran
yang menghubungkan power dengan kesejahteraan.
B.
Kunci Efektif Empowerment
Konsep pemberdayaan (empowerment), menurut Friedmann muncul karena adanya dua primise
mayor, yaitu “kegagalan” dan “harapan”. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya
model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan
yang berkelanjutan, sedangkan harapan muncul karena adanya
alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi,
persamaan gender, peran antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Dengan dasar pandangan demikian, maka pemberdayaan masyarakat erat kaitannya
dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
pada masyarakat, sehingga pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan
pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
Selanjutnya Friedmann dalam Prijono dan Pranaka
(1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek sosial ekonomi masyarakat menjadi akses
terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan
dan ketrampilan, partisipasi dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada
korelasi yang positif, bila ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya
pada dasar-dasar produksi maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai
peningkatan akses rumah tangga terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.
Soetrisno (1995:139) mengemukakan bahwa paradigma
pemberdayaan (empowerment) ingin
mengubah kondisi tersebut dengan cara memberi kesempatan pada kelompok orang
miskin untuk merencanakan dan kemudian melaksanakan program pembangunan yang
juga mereka pilih sendiri. Kelompok orang miskin ini juga diberi kesempatan
untuk mengelola dana pembangunan, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari
pihak lain.
Kemudian timbul pertanyaan, apa perbedaan antara
model pembangunan partisipatif dengan model pemberdayaan rakyat (empowerment).
Perbedaannya terlihat bahwa dalam model pemberdayaan, rakyat miskin tidak hanya
aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan program, perencanaan, dan
pelaksanaannya tetapi mereka juga menguasai dana pelaksanaan program itu.
Sementara dalam model pembangunan yang partisipatif keterlibatan rakyat dalam
proses pembangunan hanya sebatas pada pemilikan, perencanaan dan pelaksanaan,
sedangkan pemerintah tetap menguasai dana guna mendukung pelaksanaan program
tersebut.
C. Definisi
Stres
Adalah ketikamampuan mengatasi
ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia,
yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut.dengan
mengesampingkan berbagai sudut pandang (mental, emosional, fisik atau spiritual)
yang dipakai untuk mengkaji stress, kami menyepakati bahwa stress adalah
depresi.
Koeswara (1988) mengatakan bahwa stres
bisa muncul berupa stimulus eksternal (sosiologis atau situasional) dan bisa
berupa stimulus internal (intrapsikis), yang diterima atau dialami individu sebagai
hal yang tidak menyenangkan atau menyebabkan serta menuntut penyesuaian dan
atau menghasilkan efek, baik somatik maupun behavioral.
D. Sumber-sumber
Stres
D.Sarafino
(dalam Smet, 1994) membedakan sumber-sumber stres, yaitu dalam diri individu,
keluarga, komunitas dan masyarakat.
▲
Sumber-sumber
Stres di Dalam Diri Seseorang
Menurut Sarafino (dalam Smet, 1994)
kadang-kadang sumber stres itu ada di dalam diri seseorang. Tingkatan stres
yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu.
▲
Sumber-sumber
Stres di dalam Keluarga
Stres
di sini dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga.
▲
Sumber-sumber
Stres di Dalam Komunitas dan Lingkungan
Beberapa pengalaman stres orangtua
bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungan yang stresfull sifatnya.
▲
Pekerjaan
Diantara faktor-faktor yang membuat suatu
pekerjaan itu stressfull adalah tuntutan kerja.
▲
Stres
yang Berasal dari Lingkungan
Lingkungan yang dimaksudkan di sini
adalah lingkungan fisik, seperti:
Kebisingan, suhu terlalu panas, kesesakan.
E. Tahapan
Stres
Selye
(dalam Munandar, 2001) mengidentifikasikan 3 tahap dalam respon sistemik tubuh
terhadap kondisi-penuh stres, yang diistilahkan General Adaptation Syndrome
(GAS), yaitu:
▲
Alarm Reaction
Organisme berorientasi pada tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya
dan mulai menghayatinya sebagai ancaman.
▲ Resistance (perlawanan)
Organisme memobilisasi sumber- sumbernya supaya mampu menghadapi
tuntutan.
▲ Exhaustion
Jika tuntutan berlangsung lama, maka
sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis dan organism akan kehabisan tenaga.
Jika reaksi badan tidak cukup, berlebihan, atau salah, maka reaksi badan itu sendiri
dapat menimbulkan penyakit (diseases of
adptation)
F. Jenis
Stres
Holahan
(dalam Prabowo, 1998) menyebutkan jenis stres yang dibedakan
menjadi
dua bagian, yaitu Systemic stress dan Psychological stress sebagai berikut :
▲
Systemic stress
Systemic stress didefinisikan
oleh Selye sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap tuntutan lingkungan.
▲
Psychological Stress
Menurut Lazarus (dalam Prabowo, 1998) psychological terjadi ketika individu menjumpai
kondisi lingkungan yang penuh stres sebagai ancaman yang secara kuat menantang
atau melampaui kemampuan copingnya.
sumber:
Mumtahinnah, Noviyan HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN AGRESI PADA IBU
RUMAH TANGGA YANG TIDAK BEKERJA. Jurnal http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Artikel_10502173.pdf Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Bartlett
& Jones, Inc (1999) Manajemen Stres
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar